Tantangan Umum UKM Saat Pertama Kali Ekspor

Banyak pemilik usaha kecil dan menengah (UKM) bermimpi produknya bisa menembus pasar luar negeri.

Banyak pemilik usaha kecil dan menengah (UKM) bermimpi produknya bisa menembus pasar luar negeri. Hal itu terdengar menjanjikan karena harga lebih kompetitif, peluang pasar luas, dan brand naik kelas. Namun, begitu dijalani, realitasnya tak sesederhana yang dibayangkan. Ada tantangan nyata yang sering membuat pelaku UKM kewalahan.

Bingung di Tahap Awal

“Mas, kalau saya mau ekspor kopi ini, harus mulai dari mana?” pertanyaan seperti ini sering muncul ketika kami bertemu dengan pengusaha UKM di berbagai daerah. Banyak dari mereka memiliki produk bagus misalnya kopi arabika dari Gayo, kerajinan kayu Jepara, atau batik tulis dari Solo, tetapi tidak tahu jalur formal untuk menembus pasar global.

Kebingungan ini bukan hal aneh. Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, UKM yang benar-benar memahami prosedur ekspor secara menyeluruh sangatlah rendah. Mayoritas masih mengandalkan cerita dari teman atau agen.

Dokumen & Regulasi yang Rumit

Bayangkan seorang pengusaha mebel di Jepara yang mendapat permintaan kursi dari Belanda. Ketika berhadapan dengan dokumen ekspor seperti invoice, packing list, bill of lading, dan sertifikat fumigasi, ia mengaku pusing tujuh keliling. “Saya kira tinggal kirim barang, ternyata ribetnya luar biasa,” katanya sambil tertawa getir.

Regulasi tiap negara berbeda. Ada yang ketat soal standar kesehatan, ada yang fokus pada asal bahan baku, bahkan ada yang minta uji laboratorium khusus. Kesalahan sedikit saja bisa membuat barang tertahan di pelabuhan.

Modal Kerja & Arus Kas

Masalah lain adalah modal. Ekspor biasanya butuh dana besar di awal: biaya produksi lebih banyak, pengemasan standar internasional, hingga ongkos logistik yang tidak murah. Sebuah UKM keripik pisang di Lampung pernah bercerita, “Kapal sudah jalan, barang sudah dikirim, tapi uang baru cair setelah dua bulan.” Arus kas seperti ini membuat UKM harus pintar mengatur strategi keuangan.

Adaptasi dengan Selera Pasar

Produk yang laris di Indonesia belum tentu diterima di luar negeri. Contoh nyata datang dari seorang pengusaha sambal di Surabaya. Saat mengirim ke Korea Selatan, ternyata tingkat kepedasannya dianggap terlalu ekstrem. “Kami akhirnya harus menurunkan level pedas dan menambah varian rasa manis,” jelasnya. Dari sini terlihat bahwa riset pasar sebelum ekspor itu mutlak dilakukan.

Logistik & Distribusi

Masalah logistik kerap jadi momok. Biaya kontainer melonjak, jadwal kapal bisa mundur, bahkan kadang barang rusak di perjalanan. Pernah ada kasus di mana produk olahan ikan dari Makassar tiba di Dubai dalam kondisi tidak segar karena pendingin kontainer bermasalah. Kerugian langsung dialami pelaku UKM karena buyer menolak menerima barang. Tapi kerugian ini bisa dihindari dengan mengasuransikan produk

Negosiasi & Kepercayaan Buyer

Pembeli luar negeri biasanya teliti dan ingin kepastian. Mereka menanyakan hal-hal detail, dari ukuran produk hingga cara pengiriman. Banyak UKM kewalahan menghadapi komunikasi yang intens. “Buyer saya di Jepang menanyakan standar ISO. Waktu itu saya bingung harus jawab apa,” kata seorang produsen rotan asal Cirebon.

Di sinilah kepercayaan jadi kunci. Sekali saja tidak konsisten, reputasi bisa jatuh. Itulah sebabnya banyak UKM pemula lebih nyaman mengekspor lewat perantara (trading house), meskipun margin jadi lebih tipis.

Mentalitas Takut Gagal

Tantangan yang sering tak terlihat justru ada di sisi mental. Banyak pelaku UKM yang takut mencoba. Mereka merasa ekspor itu “hanya untuk perusahaan besar.” Padahal, kenyataannya banyak UKM Indonesia yang berhasil menembus pasar dunia dengan skala kecil. Perbedaan ada pada keberanian mengambil langkah pertama.

Seorang pengusaha kopi dari Toraja pernah berkata, “Kalau saya dulu menunggu modal besar, mungkin sampai sekarang kopi saya tidak pernah keluar negeri. Awalnya kirim 2 karung saja ke Singapura, dari situ pelan-pelan berkembang.”

Penutup: Dari Tantangan Menjadi Peluang

Ekspor memang bukan jalan yang mulus. Ada banyak tantangan, dari dokumen, modal, hingga selera pasar. Tapi di balik setiap tantangan, ada peluang untuk tumbuh lebih besar. Kuncinya adalah mau belajar, berjejaring, dan tidak takut gagal.

Sebagaimana kata salah satu buyer asal Belanda ketika ditanya soal produk UKM Indonesia: “Kami tidak mencari yang sempurna, kami mencari yang konsisten dan bisa dipercaya.”

Dan itu sebenarnya modal terbesar UKM kita: semangat, konsistensi, serta kemauan untuk terus memperbaiki diri.

Mau belajar ekspor lebih jauh? Konsultasikan pada ahlinya. HSH Cargo, Cepat.. Aman.. Amanah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.